ULANGAN HARIAN

https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdQUyr8cGIzhUwqd393StKLjG-h_wcUpHrbb5ippne1DbNTpw/viewform?usp=sf_link

Jumat, 06 Desember 2019

10 AMALAN AGAR ANAK SHOLEH/SHOLEHAH

Untuk mendapatkan keturunan yang berakhlak mulia, ada cara2 orang shalih yg dipraktikkan setiap saat. Mulai dari doa hingga mencuci beras. Berikut adalah 10 tips mendo'akan agar memiliki anak2 yg shaleh/shalihah. Baca dan amalkan, insyaallah mendapatkan anugerah putra-putri shalih shalihah. 

1. Kalau tiba2 teringat pada anak, kirimkan bacaan al Fatihah. Sampai ke ayat "iyya kana' budu wa iyyaka nastain" (Hanya kepada Mu kami menyembah dan hanya kepadaMU kami memohon pertolongan), mintalah apa saja hajat saat itu yg ada hubungannya dgn anak yg kita ingat saat itu juga. Teruskan membaca surat al-Fatihah, doakan semoga anak kita diberi kepahaman yg sebenarnya dalam urusan agamanya, memiliki ilmu yg bermanfaat dan serahkan urusan anak kepada Allah untuk menjaganya.

2. Pandang wajahnya saat dia tidur, ucapkan: "Ibu mau (nama anak) jadi anak yg sholeh, sayang...". Coba amalkan (kata2 ini bermakna kita bercakap dgn rohnya) dan ucapan ini adalah doa. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

3. Bangun shalat malam, shalat lah di sisinya. Maksudnya kita shalat dalam kamar dia dan dekat dgn ananda. Jika kita sering melakukannya dan kita juga selalu beritahu dia bahwa kita sering doakan dia, dia akan merasakan satu ikatan kasih sayang yg hakiki yg kita sangat sayang pada dia dan mau dia jadi anak yg sholeh. Dia akan tahu kita selalu shalat hajat untuknya.

4. Minta dikasihani. Ucapkan setiap saat bahwa kita ini sedang menunggu panggilan Allah. Jika dia tidak jadi anak sholeh bermakna dia tidak sayang kita dan tentunya kita akan merana di alam Barzah nanti.

5. Peluklah anak selalu walaupun dia sudah besar, sebagaimana kita sayang dia saat kecilnya. Aura ciuman dan belaian ibu sambil bisikkan padanya bahwa kita bangga mempunyai anak sepertinya.

6. Maafkan anak kita setiap waktu walaupun perbuatannya amat melukai hati kita. Muhasabah diri, mungkin kesalahan yg anak kita lakukan itu adalah karena dosa2 kita dimasa lalu.
7. Yang paling penting jaga tutur kata kita, jangan sekali2 ucapkan perkataan yg bisa melukai hatinya. Jika ini terjadi juga karena kita khilaf, cepat2 cari waktu yg sesuai untuk kita minta maaf padanya. Mengakulah padanya itu kelemahan kita, kita marah karena dia berbuat salah, bukan bermaksud membenci.

8. Amalkan membaca ayat 40 Surat Ibrahim dan surat Al Furqan ayat 74, supaya kita, anak kita dan keturunan kita termasuk dalam golongan orang2 yg tetap mendirikan sholat berbakti
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ 

Rabbij'alnī muqīmaṣ-ṣalāti wa min żurriyyatī rabbanā wa taqabbal du'ā` 

Yaa Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang2 yg tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

(Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yun waj’alna lilmuttaqina imama)

“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri2 kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang2 yg bertakwa.”

9. Selalu ingatkan anak bahwa tak ada gunanya pangkat, belajar tinggi, harta banyak, hafal Quran sekalipun, kecuali mempunyai akhlak yg mulia. Allah tidak melihat wajah yg cantik, tapi melihat hati yg cantik.

10. Saat mencuci beras niatkan. "Ya Allah...lembutkanlah hati anak2ku, sebut nama anak kita untuk paham agamanya (anak yg tak paham agama akan bawa orangtuanya juga ke neraka) seperti engkau lembutkan beras ini menjadi nasi". Cuci beras lawan arah jam (putar kekiri seperti orang thawaf ) sambil sholawat kepada Nabi Muhamad saw. 

Hati jangan lalai saat melakukan semua hal di atas, dan ingat kepada Allah selalu.

Kamis, 05 Desember 2019

Tata Cara Sholat Sunnah Tahajud, Niat, dan Bacaan yang Sesuai Syariat Islam

Sholat Sunnah Tahajud merupakan salah satu Sholat Sunnah yang memiliki keistimewaan yang sangat besar.
Sholat tahajud bisa dikerjakan kapan pun dalam kurun waktu setelah isya' sampai masuknya waktu subuh. Walaupun begitu ada waktu yang paling dianjurkan untuk melaksanakan sholat tahajud, yaitu sepertiga malam terakhir.
Sepertiga malam terakhir berarti lepas tengah malam hingga masuknya waktu subuh.
Sholat tahajud dikerjakan sendirian atau boleh berjemaah?
Dilansir Republika, Syekh al-Batini berpendapat bahwa sholat tahajud yang dikerjakan secara berjemaah menurut kajian fikih klasik disebut ta'qib. Artinya mengerjakan sholat sunnah berjemaah apa pun di luar sholat tarawih.
Menurut Mazhab Hanafi, hukum ta'qib seperti sholat tahajud berjemaah adalah makruh.
Seperti disampaikan Ibnu Muflih, sholat sunnah itu hendaknya dilakukan berjemaah sekali saja.
Jadi, jika hendak sholat tahajud padahal sudah mengerjakan tarawih berjemaah, sebaiknya ditunaikan sendiri saja.
Penegasan ini juga disampaikan oleh Ibnu Najim dalam al-Bahr ar-Raiq Syarh Kanz Daqaiq dan al-Kasani di kitab Bada'i as-Shana'i fi Tartib as-Syara'i.
Tata cara sholat tahajud lengkap dan benar beserta niat dan bacaannya
Mengenai tata cara sholat tahajud, sholat sunnah ini dikerjakan 2 rakaat, 2 rakaat dengan jumlah rakaat tak terbatas.
Walaupun begitu menurut hadits HR Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW tidak pernah mengerjakan sholat tahajud lebih dari 11 atau 13 rakaat (jumlah rakaat dengan witir).
Jadi tak ada salahnya jika kita mengikuti kebiasaan Rasulullah SAW.
Sebelum mengerjakan sholat tahajud, bacalah niat seperti berikut ini:
Ushallii sunnatat-tahajjudi rak'ataini (mustaqbilal qiblati) lillaahi ta'aalaa.
Artinya:
"Aku niat sholat sunnah tahajud dua rakaat (dengan menghadap kiblat) karena Allah Taala."
Setelah membaca niat sholat tahajud, lakukan sholat 2 rakaat dengan 2 kali sujud dan 1 kali salam.
Mengenai bacaan sholat tahajud, sebenarnya tidak ada kewajiban untuk membaca doa tertentu. Namun jika merujuk kebiasaan Rasulullah SAW beliau membaca doa berikut.

()

Artinya:
"Ya, Allah! Bagi-Mu segala puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya. Bagi-Mu segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, firman-Mu benar, bertemu dengan-Mu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada), (terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar (dari- Mu), peristiwa hari kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mu aku pasrah, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku kembali (bertaubat), dengan pertolongan-Mu aku berdebat (kepada orang-orang kafir), kepada-Mu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang hak disembah
kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Engkau".
Demikian tata cara sholat tahajud berikut niat dan bacaan yang bisa diamalkan.
Tata cara sholat tahajud 11 rakaat
Tata cara sholat tahajud 11 rakaat lazimnya dikerjakan 2 rakaat, 2 rakaat (2 rakaat sebanyak 4 kali), kemudian ditutup dengan sholat witir sebanyak 3 rakaat. 
Tata cara sholat tahajud dan witir
Sholat witir adalah sholat sunnah dengan jumlah rakaat ganjil yang dikerjakan untuk menutup ibadah sholat sunnah yang dikerjakan hari itu. Jika Anda sudah selesai menjalankan sholat sunnah tahajud dan tidak bermaksud mengerjakan sholat sunnah lainnya, disarankan untuk mengerjakan sholat witir.
Sholat witir lazimnya dikerjakan dengan 3 rakaat. Namun jika kondisi fisik tidak memungkinkan, silakan jalankan sholat witir 1 rakaat.
Berikut ini kami tampilkan niat yang bisa Anda baca sebelum menjalankan sholat witir.
Niat sholat witir 1 rakaat salam
Bagi Anda yang ingin mengerjakan sholat witir dengan 1 rakaat saja, berikut ini bacaan niat sholat yang bisa Anda hafalkan.
Ushallii sunnatal witri rok 'atan (mustaqbilal qiblati) lillaahi ta'alaa.
Artinya:
"Saya niat sholat witir satu rakaat (menghadap qiblat) karena Allah ta'alaa.
Niat sholat witir 3 rakaat 1 kali salam
Berikut ini bacaan niat sholat witir dengan 3 rakaat yang diikuti dengan 1 kali salam.
Ushallii sunnatal witri tsalaasa roka'aatin (mustaqbilal qiblati) lillaahi ta'alaa.
Artinya :
"Saya berniat shalat witir tiga rakaat (menghadap kiblat) karena Allah ta'alaa".
Dari seluruh bahasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa tata cara sholat tahajud yang benar adalah sebagai berikut:
Dikerjakan pada sepertiga malam terakhir (lewat tengah malam sampai masuk subuh).
Sholat tahajud sendirian jika sudah mengerjakan tarawih berjemaah
Membaca niat sholat tahajud
Mengerjakan sholat tahajud 2 rakaat, 2 rakaat (2 sujud, 1 salam)
Jumlah rakaat plus witir tak terbatas (disarankan tak lebih dari 11 atau 13 rakaat)
Membaca doa tahajud setelah selesai sholat tahajud.
Ditutup dengan sholat witir 3 rakaat
Itulah tata cara sholat tahajud yang disarankan, sesuai dengan kebiasaan Rasulullah SAW.
Selain penjabaran di atas, Anda akan menemukan banyak sekali tata cara sholat tahajud yang disarankan. Disarankan untuk membaca dalil masing-masing dan silakan amalkan tata cara sholat tahajud yang sesuai dengan pemahaman rasional Anda.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Panduan Sholat Sunnah Tahajud, Niat, dan Bacaan

Minggu, 01 Desember 2019

LIMA HAL YANG BOLEH TERGESA-GESA

Lima hal yang boleh segera atau tergesa-gesa dilakukan padahal asal tergesa-gesa adalah dari setan. 

“Ketergesa-gesaan biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara:

1. Menyajikan makanan ketika ada tamu. Bersegeralah menyediakan minuman atau makanan ketika ada tamu.

2. Mengurus mayit ketika ia mati. 
Jenazah orang mati harus segera diurus, tidak boleh ditunda-tunda lagi karena itu adalah hak mayit juga untuk segera diurus. Dimandikan, dikafani, dishalati kemudian dikuburkan.

3. Menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya. 
Sebagai orangtua memiliki kewajiban untuk segera menikahkan anak-anaknya yang sudah berumur dan ketemu jodohnya.

4. Melunasi utang ketika sudah jatuh tempo. Kalau sudah jatuh tempo, hutang kita harus segera dibayarkan.

5. Segera bertaubat jika berbuat dosa.

(Hilyatul Auliya’, 8: 78).

Hanya Allah yang memberi taufik dalam kebaikan.

Barakallahu fiikum. 

-EDAP

(Source : Rumaysho)

Analisis Sanad: Mengcounter Pendapat yang Menggerak-gerakkan Telunjuk

Oleh: Kang Hasbi Habibi Achmad Asy-Syarkowi

Riwayat yang menyebutkan tentang isyarat jari telunjuk dengan digerak-gerakkan ketika tasyahud jika kita buka beberapa kitab-kitab hadits, maka akan kita temukan titik masalahnya. Maka dalam kajian bedah masalah ini penulis menggunakan studi komparatif dari bebera rujukan kitab-kitab hadits melalui analisis sanad. Untuk lebih jelasnya mari kita kaji dengan kepala dingin, bukan fanatisme golongan (ashobiyyah) yang dikedepankan!

a. Riwayat yanga tidak ada tambahan kalimat yuharrikuha
1. Melalui jalur Bisyr Ibnu Al-Mufadhal
 Informasi dari Bisyr Ibnu Al-Mufadhal dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr.
 Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat shalat Rasulullah Saw mulai dari berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram sampai sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut:
...ثُمَّ جَلَسَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُسْرٰى وَحَدَّ مِرْفَقَهُ الْأَيْمَنَ عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى وَقَبَضَ ثِنْتَيْنِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً وَرَأَيْتُهُ يَقُوْلُ هٰكَذَا، وَحَلَّقَ بِشْرٌ الْإِبْهَامَ وَالْوُسْطٰى وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ.
"…Kemudian Nabi Saw duduk, lalu menduduki kaki kirinya dan meletakkan tangan kiri di atas paha kirinya serta merenggamkan sikut kanannya pada paha kanannya, dan beliau menggenggam kedua jari (jari kelingking dan jari manis) serta membentuk seperti suatu lingkaran. Aku –kata sahabat Wa'il– melihat beliau melakukan seperti ini. Lalu Bisyr Ibnu Al-Mufadhal mempraktikkan gambaran membentuk lingkaran dengan ibu jari dan jari tengah seraya memberi isyarat dengan telunjuk." 

2. Melalui jalur Syu'bah bin Al-Hajjaj
Informasi dari Syu'bah Ibnu Al-Hajjaj dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya shalat di belakang Rasulullah Saw, mulai dari takbiratul ihram sampai meletakkan tangan ketika sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut:
... وَفَرَشَ فَخِذَهُ الْيُسْرٰى مِنْ الْيُمْنٰى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ.
"…Dan Nabi Saw menduduki paha sebelah kirinya dari paha sebelah kanannya, dan beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya." 

3. Melalui jalur Sufyan Ats-Tsauri
Informasi dari Sufyan Ats-Tsauri dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr sebagai berikut:
أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ فِي الصَّلَاةِ فَفَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى وَوَضَعَ ذِرَاعَيْهِ عَلٰى فَخِذَيْهِ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ يَدْعُوْ.
"Sesungguhnya Wa'il bin Hujr melihat Nabi Saw duduk dalam shalat, -maka pada saat tasyahud-, beliau menduduki kaki kirinya dan meletakkan kedua lengannya di atas kedua pahannya, serta beliau memberi isyarat dengan telunjuk sambil berdoa." 

4. Melalui jalur Sufyan Ibnu 'Uyainah
Informasi dari Sufyan Ibnu 'Uyainah dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat Rasulullah Saw, mulai dari mengangkat tangan saat takbiratul ihram sampai rukuk dan sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut:
...وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ أَضْجَعَ الْيُسْرٰى وَنَصَبَ الْيُمْنٰى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى وَنَصَبَ أُصْبُعَهُ لِلدُّعَاءِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُسْرٰى، قَالَ: ثُمَّ أَتَيْتُهُمْ مِنْ قَابِلٍ فَرَأَيْتُهُمْ يَرْفَعُوْنَ أَيْدِيَهُمْ فِي الْبَرَانِسِ.
"…Dan ketika Nabi Saw duduk pada rakaat kedua, beliau memiringkan kaki kiri dan menegakkan kaki kanan, dan beliau meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya sambil menegakkan jari (telunjuk)nya untuk berdoa, dan beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya." Wa'il berkata, "Kemudian aku datang menemui mereka (para sahabat Nabi) di kesempatan berikutnya, maka aku melihat mereka mengangkat kedua tangan mereka pada kain burnus (kain yang biasa dipakai untuk menutup kepala –karena musim dingin)." 

5. Melalui jalur Abdullah Ibnu Idris
Informasi dari Abdullah Ibnu Idris dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr.
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ حَلَّقَ بِالْإِبْهَامِ وَالْوُسْطٰى وَرَفَعَ الَّتِي تَلِيْهِمَا يَدْعُوْ بِهَا فِي التَّشَهُّدِ.
"Saya –kata Wail– telah melihat Rasulullah Saw melingkarkan ibu jari dengan jari tengahnya, dan beliau mengangkat jari yang mengiringinya (jari telunjuk) seraya berdoa mengikuti jari telunjuk itu dalam tasyahud." 

6. Melalui jalur Abdul Wahid Ibnu Ziyad
Informasi dari Abdul Wahid Ibnu Ziyad dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat Rasulullah Saw shalat, mulai dari berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram sampai sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut: 
... فَلَمَّا قَعَدَ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرٰى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرٰى وَوَضَعَ حَدَّ مِرْفَقِهِ عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى وَعَقَدَ ثَلَاثِيْنَ وَحَلَّقَ وَاحِدَةً وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ.
"… Maka ketika Nabi Saw duduk, beliau menduduki kaki kirinya dan meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan beliau meletakkan sikutnya secara renggang di atas paha kanannya, serta beliau membentuk lengkungan angka tigapuluh (dengan menggenggamkan jari tengah, jari manis dan jari kelingking) dan melingkarkan ibu jari seraya memberi isyarat dengan jari telunjuknya."  

7. Melalui jalur Zuhair Ibnu Mu'awiyah
Informasi dari Zuhair Ibnu Mu'awiyah dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat Rasulullah Saw shalat, mulai dari berdiri, mengangkat kedua tangan untuk takbiratul ihram sampai sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut: 
...ثُمَّ قَعَدَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرٰى عَلٰى رُكْبَتِهِ الْيُسْرٰى -فَخِذِهِ فِي صِفَةِ عَاصِمٍ- ثُمَّ وَضَعَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى وَقَبَضَ ثَلَاثًا وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَأَيْتُهُ يَقُوْلُ هٰكَذَا وَأَشَارَ زُهَيْرٌ بِسَبَّابَتِهِ الْأُوْلَى وَقَبَضَ إِصْبَعَيْنِ وَحَلَّقَ الْإِبْهَامَ عَلٰى السَّبَّابَةِ الثَّانِيَةِ.
"…Kemudian Nabi Saw duduk, lalu beliau menduduki kaki kirinya dan meletakkan telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya –tepatnya pada kirinya sesuai yang diilustrasikan oleh 'Ashim bin Kulaib– serta beliau meletakkan sikutnya kanannya secara renggang di atas paha kanannya, dan beliau menggenggam tiga jari (jari tengah, hari manis dan jari kelingking) serta membentuk sebuah lingkaran (dengan menyatukan ibu jari dan jari tengah). Aku –kata Wa'il– melihat Nabi Saw melakukan seperti ini. Zuhair memberikan gambaran isyarat dengan telunjuk kanannya, menggenggamkan kedua jarinya dan melingkarkan ibu jarinya dengan jari tengahnya." 

8. Melalui jalur Khalid Ibnu Abdullah Ath-Thahhan
Informasi dari Khalid Ibnu Abdullah Ath-Thahhan dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat Rasulullah Saw, mulai dari berdiri untuk shalat, takbiratul ihram sampai sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut: 
...ثُمَّ جَلَسَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ الْيُسْرٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُسْرٰى وَمِرْفَقَهُ الْيُمْنٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى ثُمَّ عَقَدَ الْخِنْصَرَ وَالْبِنْصَرَ ثُمَّ حَلَّقَ الْوُسْطٰى بِالْإِبْهَامِ وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ.
"…Kemudian Nabi Saw duduk, lalu beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya dan meletakkan sikut kanannya di atas paha kanannya, lalu beliau menggengamkan jari kelingking dan jari manis, lalu beliau melingkarkan jari tengah dengan ibu jari dan memberi isyarat dengan telunjuk." 

9. Melalui jalur Muhammad Ibnu Fudhail
Lafadz hadits yang diterima Muhammad Ibnu Fudhail dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat Rasulullah Saw shalat, maka pada saat duduk tasyahud ia menceritakan sebagai berikut: 
...فَلَمَّا جَلَسَ افْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُسْرٰى ثُمَّ وَضَعَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى ثُمَّ عَقَدَ يَعْنِي ثِنْتَيْنِ ثُمَّ حَلَّقَ وَجَعَلَ يُشِيْرُ بِالسَّبَّاحَةِ يَدْعُوْ.
"…Maka ketika Nabi Saw duduk, beliau menduduki kaki kirinya, lalu meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya, lalu meletakkan sikut kanannya secara renggang di atas paha kanannya, lalu beliau menggenggamkan dua jari (jari kelingking dan jari manis), lalu melingkarkan –jari tengah dengan ibu jari, dan beliau memberikan isyarat dengan telunjuknya seraya beliau berdoa."  

10. Melalui jalur Abu Al-Ahwash Salam Ibnu Sulaim
Informasi dari Abu Al-Ahwash Salam Ibnu Sulaim dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya shalat di belakang Rasulullah Saw, mulai dari pembukaan shalat, membaca takbiratul ihram sampai ruku dan sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut:
...ثُمَّ سَجَدَ فَافْتَرَشَ قَدَمَهُ الْيُسْرٰى فَقَعَدَ عَلَيْهَا قَالَ: ثُمَّ وَضَعَ كَفَّهُ الْيُمْنٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى وَيَدَهُ الْيُسْرٰى عَلٰى فَخِذِهِ الْيُسْرٰى وَجَعَلَ يَدْعُوْ هٰكَذَا يَعْنِي بِالسَّبَّابَةِ يُشِيْرُ بِهَا.
"…Kemudian Nabi Saw duduk, lalu beliau menghamparkan telapak kaki kirinya lalu beliau menduduki telapak kaki kirinya itu". Sahabat Wa'il berkata, "Kemudian beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya, dan meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau memberikan isyarat seraya berdoa, yakni isyarat dengan telunjuknya."  

11. Melalui jalur Abu 'Awānah
Informasi dari Abu 'Awānah dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il Al-Hadhrami.
Setelahnya sahabat Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat Rasulullah shalat, mulai dari berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram sampai sujud, lalu ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut:
...ثُمَّ جَلَسَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى ثُمَّ دَعَا وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرٰى عَلٰى رُكْبَتِهِ الْيُسْرٰى وَكَفَّهُ الْيُمْنٰى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُمْنٰى وَدَعَا بِالسَّبَّابَةِ.
"…Kemudian Nabi Saw duduk, lalu beliau menduduki kaki kirinya lalu berdoa, dan beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya, serta meletakkan telapak tangan kanannya di atas lutut kanannya seraya berdoa dengan isyarat telunjuk." 

b. Riwayat yang ada tambahan kalimat yuharrikuha
Informasi dari Zaidah Ibnu Qudamah dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami.
Setelahnya Wa'il bin Hujr menceritakan tata cara gerakan shalat berdasarkan pengalamannya melihat Rasulullah Saw, sejak mulai berdiri lalu takbiratul ihram sampai sujud, kemudian ia melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut:
....ثُمَّ قَعَدَ وَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرٰى وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرٰى عَلٰى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرٰى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلٰى فَخِذِهِ الْيُمْنٰى ثُمَّ قَبَضَ اثْنَتَيْنِ مِنْ أَصَابِعِهِ وَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ، فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا.
".... Kemudian Nabi Saw duduk, dan menduduki kaki kirinya, dan beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha dan lutut kirinya, serta beliau merenggangkan sikut kanannya di atas paha kanannya, lalu beliau menggenggam kedua jari (jari kelingking dan jari manis) dan membentuk suatu lingkaran (dengan melingkarkan jari tengah dengan ibu jari), lalu mengangkat jari telunjuknya. Maka aku melihat Nabi Saw menggerak-gerakkan jari telunjuknya itu seraya berdoa dengan mengarah pada telunjuk." 

Untuk membedah masalah yang kita kaji, coba perhatikan kalimat yang ditebalkan (bold)! Dalam analisis penulis, kalimat tersebut adalah kalimat tambahan dari perawi yang bernama Zaidah Ibnu Qudamah , yang menyandarkan riwayatnya pada 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari sahabat Wa'il bin Hujr Al-Hadhrami. Sementara tambahan tersebut jelas telah menyelesihi para perawi lain yang tsiqat (kredibel), yakni Bisyr Ibnu Al-Mufadhal, Syu'bah Ibnu Al-Hajjaj, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan Ibnu 'Uyainah, Abdullah Ibnu Idris, Abdul Wahid, Zuhair Ibnu Mu'awiyah, Khalid Ibnu Abdullah, Muhammad Ibnu Fudhail, Abu Al-Ahwash Salam Ibnu Sulaim, dan Abu 'Awānah. Kesebelas perawi tersebut acapkali digunakan pula dalam periwayatan Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya.
Selanjutnya bagaimana mengcounter pendapat yang mengatakan bahwa Zaidah Ibnu Qudamah itu kan orangnya tsiqat (kredibel) dalam meriwayatkan hadits, mengapa dalam isyarat telunjuk ketika tasyahud kita tidak mengambil riwayat tersebut?
Memang perawi yang bernama Zaidah bin Qudamah orangnya tsiqat (kredibel), namun berkenaan dengan masalah memberi isyarat dengan telunjuk, yang secara bersendirian ia meriwayatkan dengan ada tambahan kalimat "yuharrikuha" (menggerak-gerakkan telunjuk). Dalam konteks ini, berarti ia telah menyelisihi beberapa perawi tsiqat lain yang jumlahnya lebih banyak –yang tidak menyebutkan tambahan "yuharrikuha". Sehingga dalam ilmu hadits, hadits demikian dikategorikan sebagai hadits yang syad (janggal). Adapun definisi hadits syad adalah sebagai berikut:
الشَّاذُّ أَنْ يَرْوِيَ الثِّقَةُ حَدِيْثًا يُخَالِفُ فِيْهِ النَّاسَ.
"Hadits syad (janggal) adalah hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tsiqat (kredibel), namun haditsnya menyelisihi riwayat kebanyakan orang". 

Mengenai hadits syad ini, ulama ahli hadits Imam Abu Ya'la Al-Khalili menjelaskan bahwa periwayatannya mesti didiamkan dan tidak dapat dijadikan hujjah. Sehingga dalam masalah yang kita bedah, maka menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika tasyahud tidak dapat dijadikan hujjah yang mesti kita laksanakan, karena riwayatnya syad.
Lalu bagaimana mengcounter pendapat yang menyatakan bahwa riwayat yang menyebutkan telunjuk mesti digerak-gerakkan merupakan takhsish (penjelasan khusus) atas riwayat yang menjelaskan isyarat dengan telunjuk yang lafadznya masih 'ām (bersifat umum)?
Penulis katakan bahwa riwayat yang shahih dan perawinya juga banyak tidak bisa di-takhsis dengan riwayat yang syad, yang perawinya menyendiri. Begitu juga kaidah "Al-mutsbit muqaddamun 'ala an-nāfi (mengedepankan riwayat yang menetapkan daripada riwayat yang meniadakan) tidak dapat dijadikan argumen dalam menetapkan jari telunjuk digerak-gerakkan ketika tasyahud. Dalam masalah ini justru mengedepankan hadits yang validitasnya shahih dengan diriwayatkan oleh orang banyak mesti kita dahulukan daripada riwayat yang hanya dikemukakan oleh seorang diri walau dianggap tsiqat.  

Simpulan
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqat (kredibel) yang jumlahnya banyak validitasnya lebih teruji daripada yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi walau tsiqat. Dengan ini maka riwayat yang tanpa ada tambahan yuharrikuhā kebenarannya lebih teruji daripada riwayat yang ada tambahan yuharrikuhā. Sehingga menghasilkan produk hukum syar'i hasil ijtihad Kang Hasbi bahwa memberi isyarat telunjuk itu dengan tidak digerak-gerakkan lebih mendekati kebenaran daripada yang digerak-gerakkan.

AYAT-AYAT SAJDAH DAN TATA CARA SUJUD TILAWAH

Sujud tilawah hukumnya sunnah ketika mendengar ayat-ayat sajadah dibacakan, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Disebut dengan ayat sajadah karena ayat tersebut menjelaskan kata sujud dan disunnahkan untuk bersujud. Adapun ayat sajadah ada pada 14 tempat dalam Al-Quran, yaitu:

Q.S. Al-A’rof: 206,

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ

“Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud.”

Q.S. Ar-Ra’d: 15,

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

“Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari.”

Q.S. An-Nahl: 49,

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri.”

 Q.S. Al-Isro’: 107,

قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا ۚ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا

“Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,”

 Q.S.Maryam: 58,

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”

 Q.S. Al-Hajj: 18,

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”

 Q.S. Al-Hajj: 77,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

 Q.S. Al-Furqon: 60,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَٰنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَٰنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang”, mereka menjawab: “Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami(bersujud kepada-Nya)?”, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman).”

 Q.S. An-Naml: 25,

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ

“Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.”

 QS As-Sajdah: 15,

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.”

 Q.S. Fussilat: 37,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.”

 Q.S. An-Najm: 62,

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

“Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)”

Q.S.Al-Insyiqoq: 21,

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ

“Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud,”

Q.S.Al-‘Alaq: 19.

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

“Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).”

Adapun ayat ke-24 dari Q.S. Sad, tidak termasuk ayat sajdah menurut mazhab syafi’i, akan tetapi menurut Ahmad bin Umar As-Syathiri dalam Al-Yaqut An-Nafis Fii Mazhab Ibn Idris, ia merupakan salah satu ayat yang disunnahkan sujud syukur jika dibaca.

Ketika melaksanakan sujud tilawah, kita membaca doa:

“سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ“

“Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta”

Kemudian membaca:

اللهمَّ اكْتُبْ لِي بها عندَكَ أَجْراً وَاجْعَلْهاَ لِي عِنْدَكَ ذَخْراً، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْراً وَاقْبِلْهاَ مِنِّي كَمَا قَبِلْتَهاَ مِن عَبْدِكَ دَاوُدَ

“Ya Allah dengan sujud ini, catatlah pahala bagku di sisimu dan jangan Engkau catat dosa bagiku dan terimalah sujud ini sebagaimana Engkau menerimanya dari hambamu Dawud As.”

Wallahu A’lam.

Dalil yang mengharamkan dan membolehkan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Mereka yang mengharamkan maulid tidak punya dalil yang qath'i larangannya dari Nabi SAW. Namun ngotot mengharamkan dengan ada tiga alasan : 

1. Bid'ah : Karena selama 3 abad pertama tidak pernah ada perayaan maulid Nabi. Alasan ini dijadikan dalil haramnya maulid.

Syeikh Bin Baz dengan tegas mengharamkan maulid, sebagaimana fatwa berikut :

بدعة لا تجوز في أصح قولي العلماء؛ لأن النبي لم يفعله، وهكذا خلفاؤه الراشدون، وصحابته جميعاً رضي الله عنهم، وهكذا العلماء وولاة الأمور في القرون الثلاثة المفضلة
hukumnya bidah. Tidak boleh melakukannya menurut pendapat shahih dari ulama.
Sebab Nabi SAW dan para sahabat tidak pernah melakukannya. Begitu juga generasi terbaik setelah mereka. 

Syeikh Al-Utsaimin juga bilang bidd'ah : 

الاحتفال يعني الفرح والسرور وإظهار التعظيم وكل هذا من العبادات المقربة إلى الله، فلا يجوز أن نشرع من العبادات إلا ما شرعه الله ورسوله وعليه فالاحتفال به يعتبر من البدعة.
Perayaan seperti menampakkan rasa kegembiraan dan pengagungan terhadap seseorang adalah termasuk ibadah. Maka tidak boleh melakukan ibadah kecuali apa yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Maka Maulid Nabi SAW adalah termasuk perbuatan bidah. 

2. Syiah

Lebih jauh Syeikh Bin Baz menuduh bahwa yang memulai maulid itu kelompok Syiah, maka haram hukumnya maulid karena itu amalan orang syiah.

وإنما حدث بعد ذلك بسبب الشيعة ومن قلدهم، فلا يجوز فعله ولا تقليد من فعله.

Perayaan Maulid Nabi SAW baru muncul pada masa kejayaan syiah. Maka tidak boleh taqlid kepada perbuatan syiah. 

3. Budaya Kristen

Syeikh Al-Albani menambahkan bahwa maulid itu haram karena merupakan budaya orang Kristen.

ذلك لأن الاحتفال بولادة إنسان ما إنما هي طريقة نصرانيَّة مسيحيَّة لا يعرفه الإسلام 

Karena perayaan kelahiran adalah tradisi orang-orang Nasrani, yang tidak dikenal oleh ISlam.

Tiga tokoh inilah yang selama ini menjadi sumber utama ketika ada pihak-pihak yang mengharamkan maulid.

Ibnu Taimiyah 

Namun kalau tokoh yang lebih seniornya lagi, tentu saja Ibnu Taimiyah. Coba baca fatwanya :

اتخاذ موسم غير المواسم الشرعية كبعض ليالي شهر ربيع الأول التي يقال إنها ليلة المولد، أو بعض ليالي رجب أو ثامن عشر ذي الحجة أو أول جمعة من رجب أو ثامن من شوال الذي يسميه الجهال عيد الأبرار فإنها من البدع التي لم يستحبها السلف ولم يفعلوها
Melakukan sesuatu kebiasaan selain kebiasan syar’i seperti menghidupkan malam maulid Nabi SAW, malam bulan Rajab, bulan Dzulhijjah, Hari Jumat awal bulan Rajab adalah termasuk bidah yang tidak dianjurkan oleh ulama salaf untuk melakukannya.

Selebihnya, kebanyakan ulama membolehkan perayaan 
maulid nabi dan tidak membid'ahkan. 

Ulama Pendukung Maulid

1. Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani

أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن السلف الصالح من القرون الثلاثة، ولكنها مع ذلك اشتملت على محاسن وضدها، فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كانت بدعة حسنة.
Perayaan Maulid Nabi SAW termasuk perkara bidah yang tidak ada contoh dari kalangan salaf generasi sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Akan tetapi perayaan Maulid Nabi SAW perbuatan baik dan buruk. Siapa saja yang merayakannya dan bisa melakukan perbuatan baik dan menghindari yang buruk maka ini termasuk bid’ah hasanah.

2. Imam As-Suyuti

عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف.
Menurutku bahwa perayaan Maulid Nabi SAW dengan cara berkumpulnya sekelompok manusia, membaca al-Quran, membaca hadits Nabi kemudian dihidangkan makanan untuk para hadirin maka ini termasuk perbuatan bidah hasanah yang pelakunya mendapatkan pahala. Sebab dalam perayaan tersebut ada unsur mengagungkan Nabi SAW, menampakkan kebahagiaan dan senang dengan kelahiran Nabi SAW.

3. Imam Ibnul Jauzi Al-Hanbali

"ابن الجوزي، حيث قال عن المولد النبوي: "من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشرى عاجلة بنيل البغية والمرام.
Imam Ibnul Jauzi mengomentari perayaan maulid Nabi SAW: salah satu keistimewaan Maulid Nabi SAW adalah adanya rasa aman di tahun tersebut dan kebahagiaan yang cepat untuk mendapatkan maksud tujuan.

4. Imam As-Sakhowi

"لم يفعله أحد من السلف في القرون الثلاثة, وإنما حدث بعدُ, ثم لا زال أهل الإسلام من سائر الأقطار والمدن يعملون المولد ويتصدقون في لياليه بأنواع الصدقات ويعتنون بقراءة مولده الكريم، ويظهر عليهم من بركاته كل فضل عميم.
Perayaan Maulid Nabi SAW termasuk perkara baru yang tidak dilakukan oleh generasi terbaik salaf. Perayaan ini baru muncul setelah beberapa waktu dikemudian hari.
Kaum muslimin terus menerus merayakannya diberbagai tempat dengan bersadaqah, membaca al-Quran dan amal shalih lainnya. Dan telah nampak bagi mereka anugerah yang banyak dari keberkahan Maulid Nabi SAW. 

5. Ibnu Al-Haj Al-Maliki

"ابن الحاج المالكي، حيث قال: "فكان يجب أن نزداد يوم الاثنين الثاني عشر في ربيع الأول من العبادات والخير شكرا للمولى على ما أولانا من هذه النعم العظيمة وأعظمها ميلاد المصطفى صلى الله عليه وآله وسلم. وقال أيضا: "ومن تعظيمه صلى الله عليه وآله وسلم الفرح بليلة ولادته وقراءة المولد.
Ibnul Haj al-Maliki berkata: Wajib bagi kita untuk memperbanyak ibadah pada hari senin 12 rabiul awwal. Dan salah satunya adalah dengan merayakan Maulid Nabi SAW.
Beliau juga berkata: termasuk memuliakan Nabi SAW adalah bergembira pada hari kelahiran Nabi SAW dan membaca sirah nabawi.

6. Imam Ibnu Abdiin

"ابن عابدين، حيث قال: "اعلم أن من البدع المحمودة عمل المولد الشريف من الشهر الذي ولد فيه صلى الله عليه وآله وسلم". وقال أيضا: "فالاجتماع لسماع قصة صاحب المعجزات عليه أفضل الصلوات وأكمل التحيات من اعظم القربات لما يشتمل عليه من المعجزات وكثرة الصلوات.
Imam Ibnu Abidin mengatakan: ketahuilah, sesungguhnya termasuk bidah yang terpuji adalah perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan maulid.
Berkumpul-kumpul untuk mendengarkan kisah Nabi SAW termasuk amalan yang paling mulia karena di dalamnya mengandung mu’jizat Nabi SAW dan memperbanyak shalawat atas Nabi SAW.

7. Al-Hafidz Al-Iraqi

"الحافظ العراقي، حيث قال: "إن اتخاذ الوليمة وإطعام الطعام مستحب في كل وقت فكيف إذا انضم إلى ذلك الفرح والسرور بظهور نور رسول الله في هذا الشهر الشريف ولا يلزم من كونه بدعة كونه مكروها فكم من بدعة مستحبة قد تكون واجبة.
Imam Al-Hafidz Al-Iraqi mengatakan bahwa mengadakan walimah,sodaqoh makanan adalah sunnah yang mustahab disetiap waktu. Apalagi hal ini dibarengi dengan rasa gembira dengan kelahiran Nabi SAW di bulan yang mulia.
Sesuatu yang bidah belum tentu hukumnya makruh atau haram, sebab ada perkara agama yang termasuk bidah tapi bidah yang wajib.

8. Imam Abu Syamah Guru Imam Nawawi

"ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يُفعل كل عام في اليوم الموافق لمولده صلى الله عليه وآله وسلم من الصدقات، والمعروف، وإظهار الزينة والسرور، فإن ذلك مشعرٌ بمحبته صلى الله عليه وآله وسلم وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكراً لله تعالى على ما منّ به من إيجاد رسوله الذي أرسله رحمة للعالمين.
Diantara yang termasuk bidah yang baik dizaman sekarang adalah perayaan Maulid Nabi SAW. Didalamnya dilakukan sadaqah, kebahagaiaan dengan kelahiran Nabi SAW.
Hal ini muncul karena rasa mahabbah atau cinta kepada Nabi SAW. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas karunia diutusnya Nabi SAW kepada kita semua.

9. Ibnu Asyur

فَقَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِلْمَوَاقِيتِ الْمَحْدُودَةِ اعْتِبَارًا يُشْبِهُ اعْتِبَارَ الشَّيْءِ الْوَاحِدِ الْمُتَجَدِّدِ، وَإِنَّمَا هَذَا اعْتِبَارٌ لِلتَّذْكِيرِ بِالْأَيَّامِ الْعَظِيمَةِ الْمِقْدَارِ كَمَا قَالَ تَعَالَى: وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ [إِبْرَاهِيم: 5] ، فَخَلَعَ اللَّهُ عَلَى الْمَوَاقِيتِ الَّتِي قَارَنَهَا شَيْءٌ عَظِيمٌ فِي الْفَضْلِ أَنْ جَعَلَ لِتِلْكَ الْمَوَاقِيتِ فَضْلًا مُسْتَمِرًا تَنْوِيهًا بِكَوْنِهَا تَذْكِرَةً لِأَمْرٍ عَظِيمٍ، وَلَعَلَّ هَذَا هُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّهُ لِأَجْلِهِ سُنَّةَ الْهَدْيِ فِي الْحَجِّ، لِأَنَّ فِي مِثْلِ ذَلِكَ الْوَقْتِ ابْتَلَى اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ بِذَبْحِ وَلَدِهِ إِسْمَاعِيلَ وَأَظْهَرَ عَزْمَ إِبْرَاهِيمَ وَطَاعَتَهُ رَبَّهُ وَمِنْهُ أَخَذَ الْعُلَمَاءُ تَعْظِيمَ الْيَوْمِ الْمُوَافِقِ لِيَوْمِ وِلَادَةِ النَّبِيءِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Sungguh Allah telah menjadikan setiap waktu sebagai pelajaran bagi kita. Hal ini sebagaimana firman Allah: berilah peringatan kepada mereka terhadap hari-hari Allah.
Ada hari khusus untuk pelaksanaan ibadah haji. Ada juga hari khusus dimana Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih puteranya.
Oleh karena inilah para ulama menentukan hari senin 12 rabiul awwal sebagai hari perayaan Maulid Nabi SAW.

10. Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
وهبة الزحيلي، حيث قال: "إذا كان المولد النبوي مقتصرًا على قراءة القرآن الكريم، 
والتذكير بأخلاق النبي عليه الصلاة والسلام، وترغيب الناس في الالتزام بتعاليم الإسلام وحضّهم على الفرائض وعلى الآداب الشرعية، ولايكون فيها مبالغة في المديح ولا إطراءٌ كما قال النبي (لا تطروني كما أطرت النصارى عيسى بن مريم ولكن قولوا عبد الله ورسوله) وهذا إذا كان هذا الاتجاه في واقع الأمر لا يُعد من البدع.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili mengatakan bahwa jika perayaan Maulid Nabi SAW hanya dilakukan dengan cara pembacaan al-Quran, pemberitahuan mengenai akhlak Nabi SAW, mengajak kepada ketaatan pada syariat islam dan adab islami dan tidak mengandung pujian yang berlebihan maka hal ini tidak termasuk bidah.